Minggu, 04 Mei 2014

TAUHID DAN SYAHADATAIN



KEWAJIBAN BERTAUHID
Hukum Syara’ mewajibkan kepada seluruh umat manusia yang berakal dan baligh (mukallaf) untuk bertauhid, yakni mengetahui dan meyakinkan  kepada adanya Allah, dengan garansi : sah imannya dan mendapatkan pahala bagi yang benar tauhidnya, dan tidak sah imannya serta akan diberikan siksa bagi yang tidak benar tauhidnya.
Kewajiban bertauhid ini mulai berlaku semenjak akil baligh tiba, oleh karenanya sedetik saja pada saat baligh tiba dalam keadaan tidak bertauhid berarti pernah mengalami kafir. Oleh sebab itu sebelum sampai pada usia baligh diharuskan mempelajari ilmu Tauhid terlebih dahulu, sebagai persiapan dan menjaga agar hidup tidak mengalami kafir dahulu.
Dalam Al Qur’an Surat Albaqarah 2 : 21-22
Artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], padahal kamu mengetahui.”
Kalimat U’budu, artinya harus beribadah kamu sekalian, yang dimaksud bukan hanya sekedar beribadah seperti sholat, puasa, dan ibadah haji saja, akan tetapi inti pokok beribadah, yakni bertauhid/beriman kepada Allah, sebab orang yang belum iman kepada Allah (kafir) tidak sah ibadahnya.
Kalimat Al-ladzii Kholaqokum, artinya : Yang telah menciptakan kamu sekalian. Perintah beribadat pada ayat ini dikaitkan dengan disebutkannya penciptaan manusia, hal ini menunjukan bahwa perintah bertauhid harus disertai dengan dalil, baik dalil ‘akli maupun dalil nakli.
Pada akhir ayat 22 terdapat kata-kata, Falaa Taj’aluu lillahi ‘andaadan, artinya : Janganlah kamu menyekutukan Allah, yang dimaksud adalah, manusia dalam bertauhidnya tidak hanya mengetahui  bahwa Allah itu ada, akan tetapi juga harus disertai dengan tidak membenarkan adanya Tuhan selain Allah.
MENGUCAPKAN SYAHADATAIN
Beriman kepada Allah SWT diikrarkan dengan mengucapkan Syahadatain sebagai berikut :
Artinya : Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah, Dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Para ulama, sepakat bahwa mengucapkan Syahadatain adalah rukun Islam, maka yang tidak mengucapkan dua kalimah syahadat bukan orang islam, walaupun pada hakekatnya beriman kepada adanya Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhary (Hadits A-Arba in no. 2)
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : Kami diperintahkan untuk memerangi orang-orang, sehingga mereka bersaksi (mengucapkan Syahadatain) bahwa “Tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah” dan mengerjakan shalat, juga membayar zakat, Manakala mereka mengerjakan semuanya, maka kami menjaga darah mereka dan harta benda mereka, kecuali hak-hak yang bertalian dengan Islam, kemudian hisaban mereka diserahkan kepada Allah.
Dalam hal pengucapan Syahadatain dengan keimanan, para ulama berpendapat :
1.        Imam Al – Asy ‘ary dan Al-Maturidy (Muhaqqiqin) berpendapat, bahwa mengucapkan dua kalimah Syahadat merupakan sarat sahnya iman.
Ulama Jumhur memberikan penjelasan kepada pendapat Imam Al-Asy ‘ary dan Al –Maturidy, bahwa yang dimaksud dengan sarat sahnya iman adalah untuk pengesahan hokum islam di dunia, seperti hokum nikah, warits, sholat dan lain sebagainya. Sedangkan dihadapan Allah (diakhirat) yang dilihat adalah hatinya bukan ucapannya, jadi kalau hatinya beriman, termasuk mukmin dan pasti tempat kembalinya surge, begitu pula sebaliknya, bila hati tidak beriman walaupun mengucapkan Syahadatain, tidaklah termasuk kepada orang yang beriman dan tempat kembalinya di akhirat adalah neraka.
2.       Imam Abu Hanifah, berpendapat, bahwa mengucapkan Syahadatain adalah setengah dari iman, karena Iman dan Syahadatain merupakan rangkaian dohir dan bathin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar