KEWAJIBAN BERTAUHID
Hukum Syara’ mewajibkan kepada seluruh umat manusia yang
berakal dan baligh (mukallaf) untuk bertauhid, yakni mengetahui dan
meyakinkan kepada adanya Allah, dengan
garansi : sah imannya dan mendapatkan pahala bagi yang benar tauhidnya, dan
tidak sah imannya serta akan diberikan siksa bagi yang tidak benar tauhidnya.
Kewajiban bertauhid ini mulai berlaku semenjak akil baligh
tiba, oleh karenanya sedetik saja pada saat baligh tiba dalam keadaan tidak
bertauhid berarti pernah mengalami kafir. Oleh sebab itu sebelum sampai pada
usia baligh diharuskan mempelajari ilmu Tauhid terlebih dahulu, sebagai
persiapan dan menjaga agar hidup tidak mengalami kafir dahulu.
Dalam Al Qur’an Surat Albaqarah 2 : 21-22
Artinya : “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu
yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah[30], padahal kamu mengetahui.”
Kalimat U’budu, artinya harus beribadah kamu
sekalian, yang dimaksud bukan hanya sekedar beribadah seperti sholat, puasa,
dan ibadah haji saja, akan tetapi inti pokok beribadah, yakni bertauhid/beriman
kepada Allah, sebab orang yang belum iman kepada Allah (kafir) tidak sah
ibadahnya.
Kalimat Al-ladzii Kholaqokum, artinya : Yang
telah menciptakan kamu sekalian. Perintah beribadat pada ayat ini dikaitkan
dengan disebutkannya penciptaan manusia, hal ini menunjukan bahwa perintah
bertauhid harus disertai dengan dalil, baik dalil ‘akli maupun dalil nakli.
Pada akhir ayat 22 terdapat kata-kata, Falaa
Taj’aluu lillahi ‘andaadan, artinya : Janganlah kamu menyekutukan Allah, yang
dimaksud adalah, manusia dalam bertauhidnya tidak hanya mengetahui bahwa Allah itu ada, akan tetapi juga harus
disertai dengan tidak membenarkan adanya Tuhan selain Allah.
MENGUCAPKAN SYAHADATAIN
Beriman kepada Allah SWT diikrarkan dengan
mengucapkan Syahadatain sebagai berikut :
Artinya : Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada
tuhan selain Allah, Dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Para ulama, sepakat bahwa mengucapkan
Syahadatain adalah rukun Islam, maka yang tidak mengucapkan dua kalimah
syahadat bukan orang islam, walaupun pada hakekatnya beriman kepada adanya
Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhary
(Hadits A-Arba in no. 2)
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW telah
bersabda : Kami diperintahkan untuk memerangi orang-orang, sehingga mereka
bersaksi (mengucapkan Syahadatain) bahwa “Tiada tuhan selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah” dan mengerjakan shalat, juga
membayar zakat, Manakala mereka mengerjakan semuanya, maka kami menjaga darah
mereka dan harta benda mereka, kecuali hak-hak yang bertalian dengan Islam,
kemudian hisaban mereka diserahkan kepada Allah.
Dalam hal pengucapan Syahadatain dengan keimanan,
para ulama berpendapat :
1.
Imam Al – Asy ‘ary dan Al-Maturidy
(Muhaqqiqin) berpendapat, bahwa mengucapkan dua kalimah Syahadat merupakan
sarat sahnya iman.
Ulama Jumhur memberikan penjelasan kepada pendapat Imam
Al-Asy ‘ary dan Al –Maturidy, bahwa yang dimaksud dengan sarat sahnya iman
adalah untuk pengesahan hokum islam di dunia, seperti hokum nikah, warits,
sholat dan lain sebagainya. Sedangkan dihadapan Allah (diakhirat) yang dilihat
adalah hatinya bukan ucapannya, jadi kalau hatinya beriman, termasuk mukmin dan
pasti tempat kembalinya surge, begitu pula sebaliknya, bila hati tidak beriman
walaupun mengucapkan Syahadatain, tidaklah termasuk kepada orang yang beriman
dan tempat kembalinya di akhirat adalah neraka.
2.
Imam Abu Hanifah,
berpendapat, bahwa mengucapkan Syahadatain adalah setengah dari iman, karena
Iman dan Syahadatain merupakan rangkaian dohir dan bathin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar