Logical Fallacy… apa itu Logical Fallacy? Logical Fallacy
berarti kesesatan pemikiran berlogika. Kalau disederhanakan, logical fallacy
berarti pendapat yang tujuan akhirnya adalah misleading point. Akhirnya para
pihak yang sedang berpendapat jadi hilang arah dan fokus, tentang apa yang
dibicarakan.
Why do
i keep this up? Logical Fallacy sering kita dengar sehari-hari, melalui magic
box yang memiliki layar berwarna-warni bernama televisi. Siapa
pelakunya?kebanyakan politisi dan pengacara. Apa tujuannya? menggiring opini
publik, memenangkan debat kusir, provokasi, berkelit di persidangan (khusus
pengacara)
Itu sedikit mukadimah
tentang logical fallacy. Sebenarnya bukan hal yang tidak mungkin jika kita
malah sudah terbiasa melakukan ini, sengaja atau tidak. Kayaknya semakin dini
kita paham mengenai logical fallacy ini, makin baik dan makin matang diri kita
dalam menghadapi perbedaan pendapat. Mufakat itu bisa terlahir apabila
perdebatannya sehat dan keep on
track, ga melebar ke sana ke mari.
Penggunaan logical fallacy bisa membuat seseorang memenangkan
pendapatnya dalam melawan orang lain. Namun, alangkah baiknya apabila kita
membiarkan pendapat yang bagus dan solutif memenangkan dirinya sendiri. Ga usah
lah ditambahin pengantar macam-macam.
Oiya, inilah macam-macam
logical fallacy, check it and
avoid it :
1. Argumentum ad Hominem
Argumentum ad Hominem adalah bentuk argumen yang tidak ditujukan
untuk menangkal argumen yang disampaikan oleh orang lain tetapi justru menuju
pada pribadi si pemberi argumen itu sendiri. Argumen itu akan menjadi
sesat-pikir ketika ia ditujukan menyerang pribadi lawan demi merusak argumen
lawan. Kalimat populernya adalah: shoot the messenger, not the message. Ada
banyak bentuk ad hominem, namun yang paling umum dan dijadikan contoh di sini
adalah ad hominem cercaan. Ad hominem termasuk dalah satu sesat-pikir yang
paling sering dijumpai dalam debat dan diskusi politik, yang biasanya akan
membawa topik ke dalam debat kusir yang tak ada ujung pangkal.
Catatan Tambahan: Ad
hominem tidak sama dengan penghinaan, celaan, atau cercaan. Sejatinya, ad
hominem ada dalam premis dan pengambilan kesimpulan berupa logika yang langsung
mengarahkan argumennya pada seseorang dibalik suatu argumen. Dan tendensinya
bisa saja bukan merupakan penghinaan, namun hanya mengkaitkan dua hal yang
tidak berhubungan sama sekali. Sederhananya, bisa dikatakan ad hominem jika itu
berupa premis dan kesimpulan, untuk menjatuhkan argumen lawan.
Contoh: Kepada anggota dewan yang terhormat, harus saya ingatkan bahwa
ketika Bung anggota Fraksi Merdeka yang menanyai saya ini memegang jabatan,
tingkat pengangguran berlipat ganda, inflasi terus-menerus melonjak, dan harga
sembako naik drastis. Dan Bung ini masih berani menanyai saya tentang masa
depan proyek sekolah gratis ini. (cara yang berbelit-belit untuk mengatakan “no
comment”, namun juga sekaligus menyerang lawan)
2. Red Herring
Red Herring adalah argumen yang tak ada sangkut-pautnya dengan
argumen lawan, yang digunakan untuk mendistraksi atau mengalihkan perhatian
orang dari perkara yang sedang dibahas, serta menggiring menuju kesimpulan yang
berbeda. Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak.
Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar
dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu
‘baunya’ cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) atau terasi
bagi orang Indonesia (meminjam istilah Herman Saksono), antara lain topik yang
aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat atau audiens.
Contoh:
Andi: Polisi harusnya menindak tegas para aktivis lingkungan
yang berdemo hingga menyebabkan macet di beberapa ruas jalan.
Badu: Anda merasa makin panas dan gerah saat macet kan? Kita
harus peduli dengan isu global warming itu, bagaimana opini Anda?
(ketika Andi mengemukakan opininya tentang global warming, maka
jatuhlah ia ke dalam topik baru)
3. Straw Man
Straw Man yaitu argumen yang membuat sebuah skenario yang dengan
suatu imej yang menyesatkan, kemudian menyerangnya. Untuk membuat ‘manusia
jerami’ (straw man) adalah dengan membuat ilusi telah menyangkal suatu
proposisi dengan mensubstitusinya dengan sesuatu yang mirip namun dangkal dan
mudah diserang, tanpa pernah benar-benar menyangkal argumen lawan yang
sebenarnya. Seperti namanya, manusia jerami adalah sasaran yang empuk dan mudah
untuk diserang. Menyerang manusia jerami yang diciptakan dari manipulasi
argumen lawan akan membuat argumen diri sendiri terlihat kuat dan bagus. Pada
umumnya, selain terdapat dalam kampanye, manusia jerami ini akan dikeluarkan
setelah lawan selesai bicara mengenai perkara yang dibahas.
Contoh:
Tono: Kita harus mengendurkan lagi status hukum ganja.
Rudi: Tidak. Obat-obatan terlarang itu akan merusak generasi
muda kita.
(kalimat ‘obat-obatan terlarang yang merusak’ adalah manusia
jerami untuk menggantikan menyerang ‘ganja’)
4. Guilt by Association
Guilt by Association berciri-ciri tipe generalisasi umum–yang
terlalu cepat mengambil kesimpulan–yang meyakini bahwa sifat-sifat suatu hal
berasal dari sifat-sifat suatu hal lain. Sesat-pikir ini bisa berupa ad
hominem, biasanya dengan menghubungkan argumen dengan sesuatu hal diluar
argumen itu, kemudian menyerang si pembuat argumen. Ini adalah bentuk ekstrim
dari majas Totum pro parte yang mana berupa seolah-olah pengungkapan
keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. Intinya adalah mencari kesalahan
seseorang dari apa saja yang berkaitan dengannya, lalu jadikan hal tersebut
argumen untuk menjatuhkannya.
Contoh:
Gusdur banyak bergaul dengan golongan sekuler. Golongan sekuler
itu kebanyakan berasal dari Amerika. Pasti Gusdur adalah seorang liberal dan
antek-antek Amerika.
(lihat bagaimana dengan mudah menggeneralisasikan seseorang
berdasarkan hubungannya dengan hal lain)
5. Perfect Solution Fallacy
Perfect Solution Fallacy adalah sesat-pikir yang terjadi ketika
suatu argumen berasumsi bahwa sebuah solusi sempurna itu ada, dan sebuah solusi
harus ditolak karena sebagian dari masalah yang ditangani akan tetap ada
setelah solusi tersebut diterapkan. Asumsinya, jika tidak ada solusi sempurna,
tidak akan ada solusi yang bertahan lama secara politik setelah diimplementasi.
Tetap saja, banyak orang tergiur oleh ide solusi sempurna, mungkin karena itu
sangat mudah untuk dibayangkan.
Contoh:
Penerapan UU Pornografi ini tidak akan berjalan dengan baik.
Pemerkosaan akan tetap terjadi.
(argumen yang tidak memperhatikan penurunan tingkat kriminalitas
asusila)
6. Argumentum ad Verecundiam
Argumentum ad Verecundiam
terjadi ketika mengacu pada seseorang yang dianggap positif sebagai pakar atau
ahli sehingga apa yang diucapkannya adalah sebuah kebenaran. Otoritas kepakaran
seseorang yang mengucapkan suatu hal tersebut kemudian otomatis diakui sebagai
sesuatu yang pasti benar, meskipun otoritas itu tidak relevan
Contoh:
Banyak ahli mengakui kapitalisme itu telah runtuh dan banyak
boroknya. Jadi mana yang sebaiknya saya percaya, para ahli terkemuka itu atau
Anda yang kuliah saja belum lulus?
(tembakan plus ad hominem, dan ya, bisa juga menambahkan sederet
nama orang terkenal dalam argumennya)
7. Poisoning the Well
Poisoning the Well adalah
sesat-pikir yang mencegah argumen atau balasan dari lawan dengan cara membuat
lawan dianggap tercela dengan berbagai tuduhan bahkan sebelum lawan sempat
bicara. Teknik meracuni sumur ini lebih licik dari sekadar mencela lawan karena
akan membuatnya menghina diri sendiri karena menyambut argumen yang telah
diracuni tersebut.
Contoh:
Kami menduga Sintong akan melakukan negative campaign untuk
menjatuhkan Gerindra.
(dan apa yang Sintong tulis tentang Prabowo dalam bukunya akan
dianggap sebagai upaya menjatuhkan Gerindra)
8. Argumentum ad Temperantiam
Argumentum ad
Temperantiam adalah kesesatan yang menyatakan bahwa pandangan pertengahan
adalah sesuatu yang benar tanpa peduli nilai-nilai lainnya. Serta juga
menganggap jalan tengah sebagai pertanda kekuatan suatu posisi. Meskipun dapat
menjadi nasihat yang bagus, namun kesesatannya disebabkan karena ia tak punya
dasar yang kuat dalam argumen karena selalu berpatokan bahwa jalan tengah
adalah yang benar. Penggunaannya kadang dengan membuat-buat posisi lain sebagai
posisi yang ekstrim.
Contoh:
Daripada mendukung komunisme atau mendukung kapitalisme, lebih
baik ideologi Pancasila yang merupakan jalan tengah keduanya.
(sedikitpun tidak menjabarkan kelebihan dan kekurangan
masing-masing sistem)
9. Ipse-dixitism
Ipse-dixitism adalah
argumen dengan dasar keyakinan yang dogmatis. Seseorang yang menggunakan
Ipse-dixitism mengasumsikan secara sepihak premisnya sebagai sesuatu yang
disepakati, padahal tidak demikian. Premis yang diajukan dalam argumen
seolah-olah merupakan fakta mutlak dan telah disepakati bersama kebenarannya,
padahal itu hanya dipegang oleh pemberi argumen, tidak bagi lawannya.
Sesat-pikir ini akan berujung pada debat kusir.
Contoh: Ideologi liberalis dan kapitalis telah terbukti gagal
dan hanya menyengsarakan rakyat, karena itu harus diganti dengan sistem
spiritual.
(ideologi yang gagal itu belum disepakati lawan bicaranya, jadi
bagaimana langsung dapat menggulirkan solusi?)
10. Proof by Assertion
Proof by Assertion adalah
kesesatan dimana suatu argumen terus-menerus diulang tanpa mengacuhkan
kontradiksi terhadapnya. Kadang ini diulang hingga diskusi pun jenuh, dan pada
titik ini akan dianggap sebagai fakta karena belum dikontradiksi. Sesat-pikir
ini sering digunakan sebagai retorika oleh politikus, atau dalam debat sebagai
usaha menggagalkan penetapan suatu undang-undang dengan pidato yang amat
panjang dan tak habis-habis. Dalam bentuk yang lebih ekstrim lagi, juga bisa
menjadi salah satu bentuk pencucian otak. Penggunaannya dapat diamati dari
penggunaan slogan politik yang terus-menerus diulang.
Contoh:
Tapi Bapak Menteri, seperti yang telah saya jelaskan selama dua
bulan terakhir ini, tak mungkin kita memotong anggaran biaya departemen ini.
Tiap posisi dan jabatan di dalamnya amat penting bagi efesiensi kerja dan
prestasi departemen. Lihat saja office boy yang selalu mengantarkan kopi, atau
mereka yang memunguti penjepit kertas di ruang kerja, maka blablablablablaaa…
[dan seterusnya, berbelit-belit] (selama dua bulan cuek terhadap
argumen balasan dan terus mengulang perkara yang sama)
11. Two Wrongs Make a Right
Two Wrongs Make a Right
adalah kesesatan yang terjadi ketika diasumsi bahwa jika dilakukan suatu hal
yang salah, tindakan salah yang lain akan menyeimbanginya. Sesat-pikir ini
biasa digunakan untuk menggagalkan tuduhan dengan menyerang tuduhan lain yang
juga dianggap salah.
Contoh:
Dedi: Soeharto merebut kekuasaan dari Bung Karno dan akhirnya ia
berkuasa dengan tangan besi.
Amir: Tapi Soekarno juga mengangkat dirinya sebagai presiden
seumur hidup!
(ya, tapi itu bukan berarti apa yang dilakukan Soeharto itu
benar)
12. Argumentum ad Novitam
Argumentum ad Novitam
muncul ketika sesuatu hal yang baru dapat dikatakan benar dan lebih baik,
dengan mengasumsikan penggunaan hal yang baru berbanding lurus dengan kemajuan
zaman dan sama dengan kemajuan baru yang lebih baik. Sesat-pikir ini selalu
menjual kata ‘baru’, dengan menyerang suatu hal yang lama sebagai hal yang
gagal dan harus diganti dengan yang lebih baru.
Contoh: Mengganti golongan tua dengan golongan muda serta wajah
baru di parlemen akan membuat negara ini lebih baik.
(tapi masalah seperti korupsi bukan perkara tua atau muda)
13. Argumentum ad Antiquitam
Kebalikan dari Argumentum
ad Novitatem, ketika sesuatu benar dan lebih baik karena merupakan sesuatu yang
sudah dipercaya dan digunakan sejak lama. Argumen ini adalah favorit bagi
golongan konservatif. Nilai-nilai lama pasti benar. Patriotisme, kejayaan
negara, dan harga diri sejak puluhan tahun silam. Sederhananya, sesat-pikir ini
adalah kebiasaan malas berpikir. Dengan selalu berpatokan bahwa cara lama telah
dijalankan bertahun-tahun, maka itu dianggap sesuatu yang pasti benar.
Contoh:
PDI-Perjuangan telah memperjuangkan nasib wong cilik sejak
berpuluh-puluh tahun yang lalu, maka pilihlah moncong putih.
(berpuluh-puluh tahun berjuang, lalu apa hasilnya?)
14. False Dichotomy
False Dichotomy atau
False Dilemma terjadi apabila argumen hanya melibatkan dua opsi, yang
seringkali berupa dua titik ekstrim dari beberapa kemungkinan, di mana masih
ada cara lain namun tidak disertakan ke dalam argumen. Biasanya sesat-pikir ini
menyempitkan opsi menjadi dua saja, walaupun masih ada opsi lain. Bahkan
kadang-kadang menyempitkan opsi menjadi satu, sehingga seolah-olah mau tidak
mau harus menyetujuinya.
Contoh: Sistem pendidikan yang fraksi kami ajukan harus segera
disahkan dan dilaksanakan, jika tidak, kemerosotan moral pasti akan
menghinggapi generasi muda kita.